Dalam dunia penerbangan yang semakin kompleks dan terhubung secara global, isu mengenai penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportee) menjadi perhatian utama. Kedua kategori penumpang ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap keamanan penerbangan, serta citra suatu negara.

Penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportees) merupakan aspek penting yang harus dikelola dengan baik sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan peraturan nasional.

Siapa Itu Penumpang yang Tidak Diizinkan Masuk?

Penumpang yang tidak diizinkan masuk adalah individu yang oleh suatu negara dianggap tidak memenuhi syarat untuk memasuki wilayahnya. Alasan penolakan dapat beragam, mulai dari masalah dokumen perjalanan yang tidak sah, riwayat kriminal, alasan kesehatan hingga ancaman terhadap keamanan nasional.

Siapa Itu Penumpang yang Dideportasi?

Penumpang yang dideportasi adalah individu yang telah masuk ke suatu negara namun kemudian dipaksa untuk meninggalkan negara tersebut karena melanggar peraturan imigrasi atau hukum lainnya. Alasan deportasi dapat meliputi tinggal melebihi masa izin tinggal, bekerja tanpa izin, atau terlibat dalam aktivitas kriminal.

Tata Cara Penanganan Sesuai Peraturan ICAO

ICAO, sebagai badan PBB yang bertanggung jawab atas pengembangan standar internasional untuk penerbangan sipil, telah menetapkan sejumlah konvensi dan annex yang mengatur penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi. Beberapa prinsip utama yang tercantum dalam peraturan ICAO adalah:
  • Keamanan Penerbangan: Prosedur penanganan harus dirancang untuk memastikan keamanan penerbangan dan mencegah individu yang berpotensi berbahaya memasuki atau tetap berada di wilayah suatu negara.
  • Hak Asasi Manusia: Penumpang yang tidak diizinkan masuk atau dideportasi harus diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan hukum nasional dan internasional yang berlaku.
  • Kerjasama Internasional: Negara-negara anggota ICAO perlu bekerja sama untuk berbagi informasi tentang penumpang yang berpotensi menimbulkan masalah, serta untuk memfasilitasi proses deportasi.

Prosedur Umum Penanganan
  • Pemeriksaan Dokumen: Petugas imigrasi akan memeriksa dokumen perjalanan penumpang untuk memastikan keaslian dan keabsahannya.
  • Wawancara: Petugas imigrasi dapat melakukan wawancara dengan penumpang untuk mengkonfirmasi identitas dan alasan perjalanan.
  • Pemeriksaan Latar Belakang: Dalam beberapa kasus, petugas imigrasi dapat melakukan pemeriksaan latar belakang penumpang terhadap database yang relevan, seperti daftar orang yang dilarang masuk atau database kriminal.
  • Penahanan: Jika ditemukan alasan yang kuat untuk menolak masuk atau mendeportasi seorang penumpang, maka penumpang tersebut dapat ditahan sementara waktu.
  • Pemulangan: Penumpang yang ditolak masuk atau dideportasi akan dipulangkan ke negara asal atau negara transit terakhir.

Penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi menghadapi sejumlah tantangan, termasuk:
  • Terorisme: Ancaman terorisme telah meningkatkan pengawasan terhadap penumpang asing.
  • Kejahatan Transnasional: Aktivitas kejahatan lintas negara, seperti perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba, juga menjadi perhatian utama.
  • Perlindungan Pengungsi: Perlunya menyeimbangkan antara keamanan nasional dan perlindungan terhadap pengungsi yang mencari suaka.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, ICAO terus mengembangkan standar dan pedoman yang lebih komprehensif. Selain itu, kerja sama antara negara-negara anggota ICAO juga semakin ditingkatkan melalui pertukaran informasi dan pelatihan petugas imigrasi.

Penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi merupakan isu kompleks yang memerlukan penanganan yang cermat dan hati-hati. Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh ICAO, serta terus beradaptasi dengan perkembangan situasi global, maka keamanan penerbangan dapat ditingkatkan dan hak asasi manusia tetap terjaga.

Bagaimana pengaturan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan Penumpang yang Dideportasi (deportee) di Indonesia

Beberapa ketentuan yang mengatur penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportee) di Indonesia antara lain:
  • Penyelenggara Angkutan Udara harus berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian terkait penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) untuk ditangani sesuai dengan ketentuan.
  • Penyelenggara Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap biaya penahanan dan kebutuhan penumpang yang Dokumen Perjalanannya bermasalah
  • Penyelenggara Angkutan Udara berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian dalam menentukan rentang waktu pemulangan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons)
  • Jika penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) merupakan anak di bawah umur yang tidak didampingi (unaccompanied minor), Keimigrasian mengambil langkah-langkah yang sesuai bagi penumpang dimaksud
  • Penanganan penumpang yang dideportasi (deportee) dari wilayah Indonesia, instansi Keimigrasian harus memberikan kepada orang tersebut Surat Perintah Deportasi dan memberitahukan nama negara tujuan deportasi
  • Semua kewajiban, tanggung jawab, dan biaya terkait dengan proses Deportasi dari wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
  • Penyelenggara Angkutan Udara dapat berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian terkait pertukaran informasi penanggung jawab yang menangani penumpang yang dideportasi
  • Penyelenggara Angkutan Udara dapat berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian jika Penumpang yang Dideportasi anak di bawah umur yang perlu pendampingan (unaccompanied minor)
  • Jika dalam proses pemulangan ke negara tujuan diperlukan Dokumen Perjalanan pengganti, instansi Keimigrasian wajib memfasilitasi pengadaan Dokumen Perjalanan pengganti
  • Pengajuan permohonan pengadaan Dokumen Perjalanan pengganti dilakukan sesuai dengan ketentuan
  • Instansi Keimigrasian tidak boleh menolak untuk mengeluarkan Dokumen Perjalanan pengganti atau mencegah kembalinya seorang Warga Negara Indonesia dengan membiarkan orang tersebut tanpa kewarganegaraan.


Referensi:
Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 10 Tahun 2024
Category: articles
K
etika mendengar kata “barang dilarang” biasanya seseorang akan seketika berpikir “apabila saya membawa barang itu berarti melanggar aturan, karena melanggar aturan, maka akan mendapat hukuman atau sanksi”. Tampaknya seperti itulah cara memahami definisi barang dilarang paling mudah yang umumnya diambil oleh masyarakat awam, dan biasanya akan berkembang menimbulkan beragam pertanyaan selanjutnya seperti kenapa dilarang? apa alasannya? apa bahayanya? apa sanksinya? dan masih banyak pertanyaan lainnya.

Barang dilarang atau barang terlarang adalah barang-barang yang tidak diizinkan atau dilarang untuk diedarkan, dimiliki, atau digunakan karena alasan tertentu, biasanya berkaitan dengan keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral.

Menurut para ahli, pengertian barang dilarang dapat bervariasi tergantung pada konteksnya. Namun, secara umum, barang dilarang dapat merujuk pada barang-barang yang memiliki keterkaitan dengan larangan agama, hukum, atau etika. Misalnya dalam konteks ekonomi, barang dilarang juga dapat merujuk pada barang-barang yang diperdagangkan secara ilegal atau melanggar regulasi perdagangan.

Menurut Sadjijono (2005), barang dilarang adalah barang-barang yang dilarang untuk diedarkan, dimiliki, atau digunakan karena dapat membahayakan keamanan, kesehatan, atau moral masyarakat. Menurut Arief Sidharta (2006), barang terlarang adalah barang-barang yang secara hukum tidak diperbolehkan untuk diedarkan, dimiliki, atau digunakan karena bertentangan dengan norma-norma sosial, moral, atau hukum yang berlaku di masyarakat. Menurut Muladi (2007), barang dilarang adalah barang-barang yang dianggap membahayakan kepentingan umum, seperti narkotika, senjata api, bahan peledak, atau barang-barang yang berkaitan dengan kegiatan ilegal lainnya. Dan, menurut Moeljatno (2008), barang terlarang adalah barang-barang yang apabila diedarkan, dimiliki, atau digunakan dapat menimbulkan bahaya yang nyata bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dengan demikian, pengertian barang dilarang menurut para ahli dapat mencakup barang-barang yang melanggar aturan agama, hukum, atau etika, serta barang-barang yang diperdagangkan secara ilegal atau melanggar regulasi perdagangan.

Penerbangan adalah salah satu moda transportasi yang paling terkenal dan efektif untuk menjangkau berbagai tujuan di dunia. Namun, dalam beberapa situasi tertentu, penerbangan juga dapat menyebabkan masalah dan bahaya jika tidak dikelola dengan baik. Barang-barang yang dilarang dalam penerbangan adalah contohnya.
......................................................

Buku ini membahas secara mendalam mengenai barang-barang yang dilarang dalam penerbangan sipil di Indonesia. Ditulis dengan tujuan memberikan pemahaman yang komprehensif, buku ini menyoroti peraturan yang berlaku terkait barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam pesawat, baik di bagasi kabin maupun bagasi tercatat, sesuai dengan regulasi otoritas penerbangan Indonesia dan standar internasional.

Bab pertama memberikan pendahuluan tentang definisi dan contoh barang terlarang, seperti bahan peledak, senjata, dan peralatan berbahaya lainnya. Bab-bab berikutnya menguraikan secara rinci jenis-jenis barang yang dilarang, ketentuan pengangkutannya, klasifikasi barang berbahaya, dan cara mengenalinya. Buku ini juga membahas sanksi pidana yang dapat dikenakan bagi pelanggaran peraturan tersebut.

Dengan studi kasus dan referensi dari peristiwa nyata, buku ini menekankan pentingnya penegakan aturan untuk menjaga keselamatan dan keamanan penerbangan. Selain menjadi panduan bagi penumpang pesawat, buku ini juga bermanfaat bagi penyelenggara bandara, maskapai penerbangan, otoritas bandara, dan para praktisi hukum di bidang penerbangan.

Secara keseluruhan, buku dengan judul "Barang Terlarang Dalam Penerbangan Sipil Indonesia" bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap peraturan penerbangan, serta memberikan kontribusi positif bagi keselamatan penerbangan di Indonesia.


Selengkapnya baca dalam buku dengan judul "Barang Terlarang Dalam Penerbangan Sipil Indonesia"

Klik sini untuk order buku

oleh p4pjo
Category: articles
Perkembangan dunia penerbangan yang pesat mendorong persaingan antar bandara untuk menghadirkan fasilitas dan layanan terbaik bagi para penumpang. Dalam era digital ini, bandara tidak hanya berfungsi sebagai gerbang masuk dan keluar suatu negara, tetapi juga menjadi pusat pengalaman yang tak terlupakan. Berikut adalah beberapa bandara yang dianggap paling canggih saat ini, dengan berbagai inovasi teknologi yang membedakannya dari yang lain.

Singapore Changi Airport: Pionir Inovasi

Changi Airport di Singapura telah lama menjadi tolok ukur bagi bandara-bandara di dunia. Dengan desain futuristik dan fasilitas lengkap, bandara ini terus berinovasi.

Beberapa keunggulan Changi Airport antara lain:
  • Taman dalam ruangan: Changi Airport memiliki taman dalam ruangan yang luas dengan berbagai jenis tanaman, air terjun, dan bahkan kolam renang. Ini menciptakan suasana yang tenang dan menyegarkan bagi penumpang.
  • Fasilitas hiburan: Mulai dari bioskop, gym, hingga spa, Changi Airport menawarkan berbagai pilihan hiburan untuk mengisi waktu menunggu penerbangan.
  • Teknologi biometrik: Bandara ini telah mengadopsi teknologi biometrik untuk mempercepat proses check-in dan imigrasi.
  • Robot pelayanan: Beberapa area di Changi Airport telah dilengkapi dengan robot yang dapat membantu penumpang mencari informasi atau membawa barang bawaan.

Hamad International Airport, Doha: Mewah dan Modern

Hamad International Airport di Doha, Qatar, menyajikan perpaduan sempurna antara kemewahan dan teknologi. Desain interiornya yang megah dan penggunaan material berkualitas tinggi menciptakan suasana yang eksklusif.

Beberapa fitur unggulan Hamad International Airport meliputi:
  • Islamic Art Museum: Bandara ini memiliki museum seni Islam yang menampilkan koleksi karya seni Islam yang indah.
  • Oryx Lounge: Lounge premium yang menawarkan berbagai fasilitas mewah, seperti ruang tidur, spa, dan area bermain anak.
  • Sistem pencahayaan pintar: Sistem pencahayaan di bandara ini dirancang untuk menyesuaikan dengan waktu dan suasana, sehingga menciptakan lingkungan yang nyaman bagi penumpang.

Incheon International Airport, Seoul: Efisiensi dan Kenyamanan

Incheon International Airport di Seoul, Korea Selatan, dikenal dengan efisiensi operasionalnya yang tinggi. Bandara ini telah menerapkan berbagai teknologi untuk mempercepat proses keberangkatan dan kedatangan.

Beberapa fitur menarik di Incheon Airport antara lain:
  • Sistem transportasi otomatis: Bandara ini memiliki sistem transportasi otomatis yang menghubungkan berbagai area di terminal.
  • Fasilitas belanja bebas bea: Area belanja bebas bea di Incheon Airport sangat luas dan menawarkan berbagai merek terkenal dengan harga yang kompetitif.
  • Pusat budaya Korea: Bagi penumpang yang ingin mengenal lebih dekat budaya Korea, tersedia pusat budaya yang menampilkan berbagai pertunjukan tradisional.

Munich Airport, Jerman: Kenyamanan dan Keberlanjutan

Munich Airport di Jerman menggabungkan kenyamanan dengan komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Bandara ini telah menerapkan berbagai inisiatif ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan limbah yang efektif.

Beberapa fitur menarik di Munich Airport antara lain:
  • Area bermain anak: Tersedia area bermain anak yang luas dan dilengkapi dengan berbagai permainan yang menarik.
  • Fasilitas olahraga: Penumpang dapat berolahraga di gym atau jogging track yang tersedia di bandara.
  • Sistem transportasi umum yang terintegrasi: Munich Airport terintegrasi dengan sistem transportasi umum di kota Munich, sehingga memudahkan penumpang untuk melanjutkan perjalanan.

Perkembangan teknologi telah mengubah wajah bandara modern. Bandara-bandara yang disebutkan di atas hanyalah beberapa contoh dari banyak bandara canggih di dunia. Ke depannya, kita dapat mengharapkan munculnya inovasi-inovasi baru yang akan semakin mempermudah dan menyenangkan pengalaman perjalanan udara.


Faktor-faktor yang membuat sebuah bandara dianggap canggih:
  1. Teknologi: Penggunaan teknologi terbaru untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan penumpang.
  2. Fasilitas: Ketersediaan fasilitas yang lengkap dan beragam, mulai dari tempat makan hingga area hiburan.
  3. Desain: Desain interior dan eksterior yang menarik dan futuristik.
  4. Keberlanjutan: Komitmen terhadap lingkungan dengan menerapkan praktik-praktik yang ramah lingkungan.
Category: articles
Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 telah memplokamirkan diri sebagai negara yang berprinsip “bebas” dan “aktif” dalam menjalin hubungan dengan bangsa lainnya di dunia. Dalam bahasa sederhana prinsip “bebas dan aktif” dapat dimaknai sebagai sikap “netral”. Kebijakan “bebas” dan “aktif” mengacu pada pendekatan diplomasi yang mendorong negara-negara untuk menjaga kedaulatan, kebebasan, dan kepentingan nasionalnya dengan terus bekerja sama dan bermitra dengan berbagai negara tanpa ekstremisme atau bergabung dengan satu blok kekuatan. (Sabir, 1987)

Prinsip “bebas aktif” sebagai sumber politik luar negeri Indonesia telah dianut sejak awal kemerdekaan. Prinsip ini masih digunakan hingga saat ini dan sering dijadikan acuan dalam mengukur kebijakan luar negeri Indonesia. (Haryanto, 2015). “Bebas” berarti bahwa masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk menjalin hubungan kerja sama dengan bangsa atau negara manapun di dunia, dan “Aktif” berarti Indonesia senantiasa berupaya untuk aktif dalam menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pada alinea keempat Pembukaan UUD (1945) dan Pasal 11 UUD (1945).

Kebijakan “bebas” dan “aktif” ini merupakan ujian atas kearifan para diplomat Indonesia terdahulu yang memiliki pengalaman pahit dan getir dalam menghadapi negara-negara besar. Secara filosofis, Indonesia dinilai sebagai negara yang cinta perdamaian namun lebih mencintai kemerdekaan. Persaingan antar kekuatan dunia dipandang sebagai perilaku masing-masing negara yang mementingkan diri sendiri (self-centered), mengabaikan kesulitan yang ditimbulkannya bagi pihak lain, terutama negara-negara kecil (smaller country). (Mochamad Yani & Montratama, 2017)

Dalam perspektif pembanguan ekonomi dunia dengan adanya prinsip “bebas” dan “aktif” yang dimiliki Indonesia tentunya akan mempermudah bagi negara lain dalam mengambil sikap atau keputusan  terkait hubungan kerjasama dengan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan negara di dunia telah mengetahui sejak awal platform yang diusung Indonesia ketika menghadapi beragam konfik dalam segala bidang yang terjadi di belahan bumi manapun.

Lebih spesifik dalam rangka pembangunan dunia, Indonesia ingin mendorong dan meningkatkan peran negara-negara sentral di dunia. Poin pertama Nawacita Jokowi menyatakan bahwa “Kita akan memperkuat peran Indonesia dalam kerja sama global dan regional untuk membangun saling pengertian antar peradaban, memajukan demokrasi dan perdamaian dunia, meningkatkan kerja sama pembangunan selatan-selatan dan mengatasi permasalahan global yang mengancam kemanusiaan. (Larasasati & Desy Natasya, 2017)

Terkait dengan pembangunan nasional, Jokowi selaku presiden berkeinginan Indonesia menjadi poros maritim dunia, maka untuk mewujudkan cita-cita tersebut paling tidak beberapa kekuatan dibidang kelautan yang mendukung harus dimiliki Indonesia. Kekuatan dimaksud antara lain keuangan dan regulasi kuat dibidang kelautan seperti negara Inggris, industri galangan kapal berkelas dunia seperti di Korea Sealatan, komunikasi Sea Lines of Communications/SLOCs seperti Amerika Serikat atau seperti Singapura sebagai negara operator pelabuhan terbesar di dunia (BAPPENAS, 2015). Tentunya apa yang menjadi keinginan Indonesia untuk memajukan pembangunan di dalam maupun luar negeri akan dengan mudah tercapai apabila Indonesia tampil dan berperan serta memiliki daya tawar dalam kancah pembangunan ekonomi dunia.

Prinsip politik luar negeri “bebas” dan “aktif” serta kemauan kuat Indonesia untuk berperan dalam percaturan politik, ekonomi sosial dan budaya dunia, maka Indonesia berupaya lebih aktif memperlihatkan eksistensinya kepada dunia luar dengan selalu tampil dalam berbagai acara internasional. Selain selalu berpartisipasi dalam berbagai acara internasional, Indonesia juga pro aktif berusaha menjadi tuan rumah bagi berbagai acara internasional. 

Indonesia secara konsisten turut serta dalam upaya memajukan perekonomian dunia dengan berusaha menjadi jembatan atau mediator antar negara di dunia dalam melaksanakan hubungan bilateral mereka. Salah satu upaya tersebut diantaranya adalah dengan menarik berbagai agenda kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya yang berskala internasional agar diadakan di Indonesia. Dalam hal ini Indonesia ingin menjadi penghubung antar negara dalam mewujudkan perdamaian dan membangun dunia ke arah yang lebih baik.

Banyak acara yang bertaraf nasional maupun internasional dalam berbagai bidang yang diselenggarakan Indonesia berjalan sukses dan memberikan dampak positif yang sangat signifikan terhadap kemajuan pembangunan di Indonesia khususnya, mulai dari seminar, workshop, perlombaan, festival, pertemuan bilateral, hingga konferensi tingkat tinggi. 

Beberapa acara internasional  yang sukses digelar Indonesia dan telah menjadi perhatian dunia diantaranya: Indonesia Masters, WSBK Indonesia, MotoGP Mandalika, Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC), G20 Indonesia, KTT ASEAN, Samosir Music International, World Water Forum dan masih banyak lainnya.

Pulau Bali yang terkenal akan keindahan alamnya serta keramahan penduduknya telah menjadi langganan sebagai tempat atau lokasi diselenggarakannya berbagai acara nasional maupun internasional tersebut. Selain dikarenakan fasilitas yang telah memadai, harus diakui pesona pulau Bali menjadi daya tarik tersendiri sebagai bahan pertimbangan pemilihan lokasi digelarnya acara.

Adapun kesuksesan dalam menyelenggarakan berbagai acara yang berskala nasional dan internasional di Bali tidak lepas dari kerjasama semua pihak yang terlibat dalam upaya menyukseskan acara tersebut. 
Pihak yang terlibat dan berperan dalam penyelenggaraan acara nasional maupun internasional di Bali salah satunya adalah keberadaan Liaison Organizer (LO). Liaison Organizer (LO) atau yang biasa disebut dengan sebutan LO, merupakan bagian dari Event Organizer (EO) dimana LO bertanggung jawab langsung terhadap para tamu atau delegasi yang menjadi pembicara pada acara tersebut, bisa dibilang LO bertanggung jawab atas segala keperluan para tamu atau delegasi tersebut. Dalam berbagai acara tersebut Liaison Organizer (LO) bertindak sebagai bagian dari panitia kegiatan, jadi perannya sangat vital dalam mengatur kelancaran setiap tahapan agenda kegiatan. 

Dikarenakan acara yang digelar bertaraf nasional atau internasional, maka berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti sebagaian besar tamu atau delegasi yang hadir datang melalui bandara dan sebagian disambut dengan upacara kenegaraan. Terkait dengan hal itulah Liaison Organizer (LO) yang bertindak sebagai bagian dari kepanitiaan berkewajiban turut mengatur proses penyambutan atau penjeputan para tamu atau delegasi di bandara. 

Untuk mempermudah kerja atau aktivitasnya selama pergelaran acara nasional maupun internasional, maka sudah dapat dipastikan Liaison Organizer (LO) sangat membutuhkan dukungan bandara. Oleh karena itu pihak Liaison Organizer (LO) memerlukan izin agar bisa masuk dan beraktivitas di dalam bandara, dimana izin masuk bandara tersebut disebut pas bandara.

Untuk mendapatkan pas bandara, Liaison Organizer (LO) harus mengajukan permohonan penerbitan pas bandara kepada Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV selaku pihak yang memiliki wewenang menerbitkan pas bandara sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Perhubungan. (PM 33 Th. 2015)

Terkait dengan penerbitan pas bandara untuk acara nasional maupun internasional itulah berdasarkan pengamatan dan pengalaman dilapangan yang dilakukan oleh peneliti ditemukan permasalahan yang perlu dicarikan solusi agar proses penerbitan pas bandara dimaksud sesuai regulasi yang ada.

Salah satu permasalahan yang berhasil diidentifikasi oleh peneliti adalah adanya “diskresi” yang yang seringkali diambil dalam proses  penerbitan pas bandara bagi kegiatan atau acara kenegaraan yang bersifat nasional maupun internasional. Diskresi dimaksud misalnya dalam hal pemenuhan  persyaratan penerbitan pas bandara.

Prinsip diskresi sebagai prinsip yang ditetapkan dalam sistem hukum negara ini adalah fleksibilitas dalam penerapan fleksibilitas (Garner, 2004) (konstitusi fleksibel adalah konstitusi dengan sedikit atau tanpa prosedur amandemen). Pelayanan kepada masyarakat atau badan hukum, sehingga gambaran model dan pemahaman hukum formal belum sepenuhnya terwujud, namun disisi lain aspek hukum positif dalam kaitannya dengan pemberian izin juga harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. (Sarira, 2011)

Menurut pakar hukum Saut P. Panjaitan, diskresi (pouvoir diskresinaire, Perancis) atau Freies Ermessen (Jerman) merupakan suatu jenis penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wetmatigheid van bestuur, sehingga merupakan “pengecualian” terhadap asas legalitas. Menurut Prof. Benyamin, diskresi diartikan sebagai kebebasan pejabat untuk mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, menurut dia, setiap pejabat mempunyai diskresi. (Yulikhsan, 2016).

Bersambung >>


Oleh p4pjo

Untuk baca lengkap download jurnalnya dengan Klik Sini
Diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Cakrawarti
Category: articles
Dalam dunia penerbangan komersial modern, Airbus A350-1000 menonjol sebagai salah satu pesawat paling canggih yang tersedia saat ini. 

Pesawat ini merupakan perwujudan dari inovasi teknologi terbaru dan desain aerodinamis yang unggul. 

Spesifikasi Utama:
Panjang: 73,79 meter 
Lebar sayap: 64,75 meter 
Kapasitas penumpang: 350-410 (tergantung konfigurasi) 
Jarak tempuh maksimum: 16.100 km 
Kecepatan jelajah: Mach 0,85 (sekitar 1.000 km/jam) 

Fitur Canggih

Struktur ringan
A350-1000 menggunakan material komposit canggih, termasuk serat karbon yang diperkuat polimer (CFRP) untuk lebih dari 70% struktur pesawat. Hal ini menghasilkan pengurangan berat yang signifikan, meningkatkan efisiensi bahan bakar. 

Mesin Rolls-Royce Trent XWB-97
Dilengkapi dengan mesin turbofan Rolls-Royce Trent XWB-97 yang sangat efisien, menghasilkan dorongan maksimum 97.000 lbf per mesin. Mesin ini dirancang khusus untuk A350, menawarkan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah dan emisi yang berkurang. 

Sistem avionik canggih
Kokpit dilengkapi dengan suite avionik Honeywell terbaru, termasuk sistem manajemen penerbangan canggih dan tampilan head-up untuk meningkatkan kesadaran situasional pilot. 

Sistem lingkungan kabin yang ditingkatkan
Sistem presurisasi kabin yang canggih memungkinkan tekanan kabin yang lebih tinggi, setara dengan ketinggian 6.000 kaki, meningkatkan kenyamanan penumpang dan mengurangi jet lag. 

Sistem hiburan dalam penerbangan (IFE) generasi terbaru
Dilengkapi dengan sistem IFE high-definition dengan konektivitas Wi-Fi berkecepatan tinggi, memungkinkan streaming langsung dan koneksi internet selama penerbangan. 

Desain sayap adaptif
Sayap A350-1000 menggunakan teknologi "morphing" yang memungkinkan perubahan bentuk selama penerbangan untuk optimalisasi aerodinamis, meningkatkan efisiensi dan performa. 

Sistem pemantauan kesehatan pesawat
Dilengkapi dengan sensor canggih yang terus-menerus memantau kondisi pesawat, memungkinkan pemeliharaan prediktif dan meningkatkan keandalan operasional. 

Pengurangan kebisingan
Desain aerodinamis canggih dan mesin yang efisien berkontribusi pada pengurangan kebisingan yang signifikan, memenuhi standar kebisingan bandara yang paling ketat. 

Efisiensi bahan bakar
A350-1000 mengklaim pengurangan konsumsi bahan bakar hingga 25% dibandingkan pesawat generasi sebelumnya dengan ukuran serupa. 

Sistem kontrol terbang fly-by-wire canggih
Menggunakan sistem kontrol terbang fly-by-wire generasi terbaru yang meningkatkan keamanan dan efisiensi penerbangan. Airbus A350-1000 mewakili puncak teknologi penerbangan komersial saat ini, menggabungkan efisiensi, kenyamanan, dan kinerja dalam satu paket yang mengesankan. 

Sistem sayap adaptif A350-1000

Konsep dasar
Sayap adaptif, juga dikenal sebagai sayap "morphing", adalah teknologi yang memungkinkan sayap pesawat untuk mengubah bentuknya selama penerbangan. Ini merupakan evolusi signifikan dari desain sayap konvensional yang statis. 

Mekanisme
Sayap A350-1000 dilengkapi dengan aktuator elektromekanik canggih yang dapat mengubah sudut dan bentuk permukaan sayap. Sistem ini terutama berfokus pada perubahan bentuk tepi belakang sayap (trailing edge) dan aileron. 

Fungsi

Optimalisasi aerodinamis
Sistem ini memungkinkan sayap untuk beradaptasi dengan berbagai fase penerbangan - take off, climb, cruise, descent, dan landing. Selama cruise di ketinggian tinggi, sayap dapat sedikit melengkung ke atas untuk mengurangi drag dan meningkatkan efisiensi bahan bakar. Saat mendekati landing, sayap dapat berubah bentuk untuk meningkatkan lift pada kecepatan rendah. 

Keuntungan

Efisiensi bahan bakar
Pengurangan drag dapat menghasilkan penghematan bahan bakar hingga 3-4% dibandingkan dengan desain sayap konvensional. 

Performa
Memungkinkan pesawat untuk beroperasi secara optimal dalam berbagai kondisi penerbangan. 

Kenyamanan
Mengurangi efek turbulensi dengan menyesuaikan bentuk sayap terhadap kondisi atmosfer. Teknologi 

Pendukung

Sensor canggih
Jaringan sensor di seluruh sayap memberikan data real-time tentang kondisi aerodinamis. 

Komputasi onboard
Sistem komputer canggih menganalisis data sensor dan mengendalikan aktuator untuk mengoptimalkan bentuk sayap. 

Tantangan

Kompleksitas
Sistem ini jauh lebih kompleks daripada sayap konvensional, memerlukan perawatan dan pemeriksaan yang lebih intensif. 

Berat
Meskipun memberikan keuntungan aerodinamis, sistem ini menambah berat pesawat. 

Masa depan
Penelitian sedang berlangsung untuk mengembangkan sayap yang dapat berubah bentuk secara lebih dramatis, potensial mengubah seluruh geometri sayap selama penerbangan. 

Implikasi untuk industri
Teknologi ini menetapkan standar baru dalam desain pesawat komersial, mendorong kompetitor untuk mengembangkan solusi serupa berpotensi mengubah pendekatan dalam desain aerodinamis pesawat di masa depan. Sistem sayap adaptif A350-1000 merupakan contoh bagaimana inovasi teknologi terus mendorong batas-batas efisiensi dan performa dalam penerbangan komersial. Ini mencerminkan tren yang lebih luas dalam industri penerbangan menuju solusi yang lebih cerdas dan responsif terhadap kondisi penerbangan yang dinamis. 

PERBANDINGAN

Apabila kita membandingkan Airbus A350-1000 dengan pesawat komersial canggih lainnya, yaitu Boeing 787-10 Dreamliner, kedua pesawat ini merupakan contoh terbaik dari teknologi penerbangan modern dan sering bersaing di pasar yang sama. 

Perbandingan Airbus A350-1000 vs Boeing 787-10 Dreamliner

Ukuran dan kapasitas
A350-1000: Panjang 73,79 m, kapasitas 350-410 penumpang 
787-10: Panjang 68,28 m, kapasitas 330-440 penumpang.

A350-1000 sedikit lebih panjang, tapi 787-10 dapat mengakomodasi lebih banyak penumpang dalam konfigurasi terpadat. 

Jarak tempuh
A350-1000: 16.100 km 
787-10: 11.910 km 
A350-1000 unggul dalam jarak tempuh, membuatnya lebih cocok untuk rute ultra-long haul. 

Bahan konstruksi
Keduanya menggunakan komposit secara ekstensif, dengan A350-1000 menggunakan sekitar 53% komposit dan 787-10 menggunakan sekitar 50%. 

Efisiensi bahan bakar
Keduanya mengklaim efisiensi bahan bakar yang tinggi, dengan pengurangan konsumsi bahan bakar sekitar 25% dibanding pesawat generasi sebelumnya. 

Mesin
A350-1000: Rolls-Royce Trent XWB-97 
787-10: Pilihan antara General Electric GEnx atau Rolls-Royce Trent 1000 
Kedua pesawat menawarkan mesin yang sangat efisien, tetapi A350-1000 hanya memiliki satu pilihan mesin. 

Sistem presurisasi kabin
Keduanya menawarkan tekanan kabin yang lebih tinggi (setara dengan ketinggian yang lebih rendah), meningkatkan kenyamanan penumpang. 787-10 memiliki keunggulan sedikit dengan kabin yang dapat dipresurisasi hingga setara 6.000 kaki, sementara A350-1000 sekitar 6.000-5.400 kaki. 

Teknologi jendela
787-10 memiliki jendela electrochromic yang dapat digelapkan secara elektronik. A350-1000 menggunakan tirai jendela mechanical window shades yang lebih tradisional.

Lebar kabin
A350-1000: 5,61 m 
787-10: 5,49 m 
A350-1000 menawarkan kabin yang sedikit lebih lebar, potensial untuk kursi yang lebih lebar atau lorong yang lebih luas. 

Sistem avionik
Keduanya dilengkapi dengan suite avionik canggih, tetapi A350 menggunakan sistem Honeywell sementara 787 menggunakan sistem Rockwell Collins. 

Inovasi khusus
A350-1000: Sayap adaptif, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya 
787-10: Sistem pembersihan udara yang lebih canggih dengan filter HEPA dan teknologi gaseous purification 

Kecepatan jelajah
Keduanya memiliki kecepatan jelajah yang hampir identik, sekitar Mach 0,85. 

Harga (perkiraan)
A350-1000: sekitar $366,5 juta 
787-10: sekitar $338,4 juta 
Harga dapat bervariasi tergantung pada konfigurasi dan negosiasi. 

Kedua pesawat ini mewakili puncak teknologi penerbangan komersial saat ini. A350-1000 unggul dalam hal jarak tempuh dan ukuran, membuatnya lebih cocok untuk rute jarak jauh dengan kapasitas tinggi. Sementara itu, 787-10 menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dalam pilihan mesin dan beberapa inovasi unik dalam desain kabin. Pilihan antara keduanya sering bergantung pada kebutuhan spesifik maskapai, seperti rute yang dilayani, preferensi armada yang ada, dan strategi operasional jangka panjang.


Category: articles
Setiap bandara memiliki budayanya sendiri, dan alkisah seorang kepala bandara selalu berhasil membawa mereka menuju perkembangan dan kesuksesan, menarik penumpang dengan jumlah yang fantastis, serta memastikan keamanan dari berbagai ancaman.

Dari perjalanan panjang, sang kepala bandara membagikan beberapa kiat penting dalam memimpin sebuah bandara:

1. Visi yang Jelas dan Konsisten

Sebuah bandara membutuhkan visi yang jelas dan konsisten untuk mencapai tujuannya. Visi ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh staf dan pemangku kepentingan. Visi yang jelas akan memotivasi semua pihak untuk bekerja sama dan mencapai tujuan bersama.

2. Kepemimpinan yang Inspiratif

Sebagai pemimpin, penting untuk menjadi sosok yang inspiratif dan dapat memotivasi staf. Seorang pemimpin yang baik harus mampu membangun kepercayaan dan menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kolaboratif.

3. Fokus pada Pelanggan

Pelanggan adalah jantung dari bisnis bandara. Penting untuk selalu fokus pada kebutuhan dan kepuasan mereka. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan keluhan mereka, memberikan layanan yang terbaik, dan terus berinovasi untuk meningkatkan pengalaman mereka.

4. Manajemen Operasional yang Efisien

Bandara adalah operasi yang kompleks dengan banyak bagian yang bergerak. Penting untuk memiliki manajemen operasional yang efisien untuk memastikan kelancaran operasi bandara. Ini termasuk manajemen lalu lintas udara, logistik kargo, dan keamanan bandara.

5. Keamanan yang Terjamin

Keamanan adalah prioritas utama di bandara. Penting untuk memiliki sistem keamanan yang kuat dan efektif untuk melindungi penumpang, staf, dan aset bandara.

6. Kolaborasi dengan Pihak Lain

Bandara tidak dapat beroperasi secara mandiri. Penting untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, seperti maskapai penerbangan, agen perjalanan, dan pemerintah daerah. Kolaborasi yang baik akan membantu bandara untuk mencapai tujuannya.

7. Beradaptasi dengan Perubahan

Industri penerbangan terus berkembang dan berubah. Penting untuk selalu beradaptasi dengan perubahan ini dan terus berinovasi untuk tetap kompetitif.

8. Budaya yang Menghargai Keragaman

Bandara adalah tempat yang multikultural dengan staf dan penumpang dari berbagai negara. Penting untuk menciptakan budaya yang menghargai keragaman dan inklusi.

9. Pengembangan Staf yang Berkelanjutan

Staf adalah aset terpenting bandara. Penting untuk berinvestasi dalam pengembangan staf dan memberikan mereka pelatihan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik.

10. Pengukuran Kinerja yang Efektif

Penting untuk memiliki sistem pengukuran kinerja yang efektif untuk melacak kemajuan bandara dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.

Memimpin sebuah bandara adalah tugas yang menantang namun rewarding. Dengan mengikuti kiat-kiat di atas, Anda dapat meningkatkan peluang Anda untuk mencapai kesuksesan dan menjadikan bandara Anda sebagai bandara yang terdepan di dunia.

alkisah
Category: articles
Konsep regulasi penerbangan ideal adalah yang selalu up-to-date dan mengikuti perkembangan zaman di berbagai bidang. Berikut beberapa poin penting yang dapat dilakukan:

1. Pendekatan Berbasis Risiko
Menerapkan regulasi berbasis risiko, di mana fokus utama adalah pada identifikasi, penilaian, dan mitigasi risiko penerbangan yang paling signifikan. Hal ini memungkinkan regulasi untuk lebih adaptif dan dinamis dalam menghadapi perkembangan teknologi, lingkungan, dan kondisi operasional yang terus berubah.

2. Kolaborasi dan Komunikasi
  • Membangun kolaborasi dan komunikasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan di industri penerbangan, termasuk regulator, maskapai penerbangan, manufaktur pesawat, bandara, dan organisasi penelitian.
  • Melalui pertukaran informasi dan ide, regulasi penerbangan dapat terus diperbarui dengan praktik terbaik dan temuan terbaru.

3. Pemantauan dan Penilaian Berkelanjutan
Melakukan pemantauan dan penilaian berkelanjutan terhadap efektivitas regulasi penerbangan yang ada. Data dan umpan balik dari berbagai sumber, seperti laporan insiden, data kecelakaan, dan survei keselamatan, harus dianalisis secara berkala untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

4. Fleksibilitas dan Kemampuan Beradaptasi
Merancang regulasi penerbangan yang fleksibel dan mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi, lingkungan, dan kondisi operasional. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan berbasis kinerja yang memungkinkan industri penerbangan untuk menerapkan solusi inovatif sambil tetap memenuhi standar keselamatan yang tinggi.

5. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas regulasi penerbangan. Sistem elektronik untuk pengumpulan data, pelaporan, dan analisis dapat mempercepat proses pengambilan keputusan dan memastikan regulasi selalu up-to-date.

6. Budaya Keselamatan yang Kuat
Mempromosikan budaya keselamatan yang kuat di seluruh industri penerbangan. Hal ini dapat dicapai melalui pelatihan dan edukasi yang berkelanjutan, serta penciptaan lingkungan kerja yang terbuka dan mendukung pelaporan masalah keselamatan.

7. Pembaruan Berkala dan Transparansi
Melakukan pembaruan regulasi penerbangan secara berkala dan memastikan transparansi dalam proses pengambilan keputusan. Pemangku kepentingan di industri penerbangan harus diberitahu tentang perubahan regulasi dan diberi kesempatan untuk memberikan masukan.

8. Kerjasama Internasional
Berpartisipasi dalam kerjasama internasional untuk mengembangkan dan menerapkan standar keselamatan penerbangan global. Hal ini penting untuk memastikan bahwa regulasi penerbangan di seluruh dunia konsisten dan efektif.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, regulasi penerbangan dapat terus mengikuti perkembangan zaman dan memastikan keselamatan penerbangan yang optimal di masa depan.

Penting untuk diingat bahwa regulasi penerbangan harus selalu seimbang antara keselamatan dan efisiensi. Regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan industri penerbangan, sedangkan regulasi yang terlalu longgar dapat membahayakan keselamatan penumpang dan awak pesawat.

p4pjo
Category: articles
B
ahaya tersembunyi yang mengintai di era digital ini, yaitu kejahatan siber dalam dunia penerbangan. Ancaman ini bagaikan musuh tak kasat mata yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan dan merugikan banyak pihak.

Mari kita telusuri lebih dalam, apa saja bahaya yang mengintai di balik layar komputer:

1. Peretasan Sistem Reservasi dan Tiket

Bayangkan data pribadi dan keuangan Anda dicuri saat memesan tiket pesawat online. Para peretas dapat mengambil alih sistem reservasi, mencuri informasi sensitif, dan bahkan memanipulasi harga tiket. Hal ini berakibat pada kerugian finansial dan pelanggaran privasi bagi para penumpang.

2. Gangguan Sistem Navigasi dan Kontrol Penerbangan

Skenario terburuk adalah ketika sistem navigasi dan kontrol penerbangan dibajak. Pesawat dapat diombang-ambingkan, dialihkan rutenya, atau bahkan diarahkan untuk mendarat di tempat yang tidak terduga. Dampaknya bisa fatal, membahayakan jiwa pilot, kru, dan seluruh penumpang.

3. Serangan Siber pada Infrastruktur Bandara

Sistem keamanan bandara, seperti pemeriksaan bagasi dan kontrol akses, juga tak luput dari incaran. Serangan siber dapat melumpuhkan sistem ini, menimbulkan kekacauan, dan menunda keberangkatan pesawat. Tak hanya itu, informasi penting tentang penumpang dan kargo pun bisa saja bocor.

4. Sabotase Jaringan Komunikasi

Komunikasi yang lancar antara pilot, pengatur lalu lintas udara, dan kru darat sangat penting untuk keselamatan penerbangan. Gangguan pada jaringan komunikasi akibat serangan siber dapat menyebabkan miskomunikasi, keterlambatan, dan bahkan kecelakaan fatal.

Bagaimana Melawan Musuh Tak Kasat Mata Ini?

Menyadari bahaya tersebut, berbagai upaya pencegahan perlu dilakukan secara komprehensif:

1. Peningkatan Keamanan Sistem

Penerapan teknologi keamanan siber terkini, seperti enkripsi data, otentikasi multi-faktor, dan sistem deteksi intrusi, sangatlah krusial untuk melindungi sistem penting dari serangan.

2. Edukasi dan Kesadaran

Meningkatkan kesadaran para pilot, kru pesawat, dan staf bandara tentang bahaya siber dan cara-cara pencegahannya merupakan langkah penting. Pelatihan dan simulasi berkala pun perlu dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

3. Kerjasama dan Koordinasi

Kolaborasi antar maskapai penerbangan, bandara, otoritas penerbangan, dan pakar keamanan siber sangatlah penting untuk berbagi informasi, mengembangkan strategi bersama, dan menanggapi serangan siber secara efektif.

4. Penegakan Hukum yang Tegas

Diperlukan regulasi dan penegakan hukum yang tegas untuk menindak para pelaku kejahatan siber di bidang penerbangan. Hal ini akan memberikan efek jera dan melindungi industri penerbangan dari bahaya yang mengintai.

Ancaman siber di dunia penerbangan adalah sebuah kenyataan yang harus dihadapi dengan serius. Upaya pencegahan yang komprehensif dan kerjasama antar pihak terkait sangatlah diperlukan untuk menjaga keselamatan penerbangan di era digital ini. Mari kita bersama-sama lawan musuh tak kasat mata ini demi keamanan dan kenyamanan penerbangan bagi semua.


Ingatlah, di balik kemajuan teknologi, selalu ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh para penjahat siber. Kewaspadaan dan proaktivitas adalah kunci utama dalam menjaga keselamatan penerbangan.

p4pjo
Category: articles
Layang-layang, tradisi yang telah mengakar lama di budaya Indonesia, menghadirkan keceriaan dan semangat pantang menyerah. Namun, di balik kesenangannya, aktivitas ini menyimpan bahaya besar, terutama bagi keselamatan penerbangan.

Mengapa Layang-layang Berbahaya?

Bahaya utama layang-layang bagi penerbangan terletak pada benang atau talinya yang tipis namun kuat. Ketika benang ini terhisap ke dalam mesin pesawat, dapat menyebabkan kerusakan fatal, seperti:
  • Mesin rusak: Benang layang-layang dapat melilit dan merusak bagian internal mesin, mengganggu aliran udara, dan bahkan menyebabkan kebakaran.
  • Gangguan kendali: Benang yang tersangkut pada bagian kontrol pesawat, seperti kemudi atau sayap, dapat mengganggu keseimbangan dan kemampuan manuver, berakibat pada kecelakaan tragis.
  • Sensor terhambat: Benang layang-layang yang menempel pada sensor pesawat, seperti sensor ketinggian atau cuaca, dapat memberikan data yang salah, membingungkan pilot, dan berakibat pada navigasi yang tidak akurat.

Keseriusan bahaya layang-layang terhadap penerbangan diakui secara internasional. Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah mengeluarkan regulasi yang melarang menerbangkan layang-layang di sekitar bandara dan area pendaratan.

Di Indonesia, UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 421 ayat (2) menegaskan larangan tersebut.

“Setiap orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Sayangnya, larangan ini sering diabaikan, dan contoh kejadian berbahaya pun kerap terjadi:
  • Pada tahun 2020, sebuah pesawat Garuda Indonesia nyaris celaka saat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta karena tertabrak layang-layang.
  • Pada tahun 2023, mesin jet tempur F-16 TNI AU mengalami kerusakan serius akibat terhisap benang layang-layang saat latihan di Yogyakarta.

Terbangkan Layang-layang dengan Aman dan Bertanggung Jawab

Keceriaan bermain layang-layang tidak harus dirampas. Kita dapat tetap menikmati tradisi ini dengan menerbangkan layang-layang di tempat yang aman, jauh dari bandara, area pendaratan pesawat, dan kabel listrik. Gunakan benang layang-layang yang mudah putus untuk meminimalisir risiko terjerat pada mesin pesawat.


#Mari jaga keselamatan penerbangan dan lindungi diri dan orang lain dari bahaya tersembunyi layang-layang

p4pjo
Category: articles
K
ita terpesona dengan keajaiban manusia menaklukkan langit. Perjalanan sejarah penerbangan penuh dengan lika-liku, penuh dengan mimpi, kegagalan, dan akhirnya, pencapaian luar biasa. Mari kita jelajahi bersama, dari balon udara yang melayang hingga pesawat supersonik yang menembus awan.

Awal Mula Mimpi Terbang

Impian manusia untuk terbang telah ada sejak peradaban kuno. Mitos Yunani menceritakan tentang Daedalus dan Ikarus yang mencoba melarikan diri dari Kreta dengan sayap buatan. Pada abad pertengahan, para ilmuwan seperti Leonardo da Vinci merancang konsep penerbangan berdasarkan pengamatan burung.

Penerbangan Berawak Pertama

Penerbangan berawak pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun 1783, ketika Joseph-Michel dan Jacques-Étienne Montgolfier meluncurkan balon udara panas mereka di Annonay, Prancis. Balon ini membawa tiga penumpang, termasuk seorang ayam jantan dan seekor bebek, ke ketinggian 1.000 kaki selama 10 menit.

Penerbangan Pesawat Pertama

Penerbangan pesawat pertama yang dikendalikan dan bertenaga mesin terjadi pada tahun 1903, ketika Orville dan Wilbur Wright menerbangkan Flyer I mereka di Kitty Hawk, North Carolina, Amerika Serikat. Penerbangan ini berlangsung selama 12 detik dan mencapai ketinggian 120 kaki.

Bandara Pertama di Dunia

Bandara pertama di dunia adalah Heliopolis Airfield, yang didirikan di dekat Kairo, Mesir pada tahun 1909. Bandara ini digunakan untuk penerbangan awal dan pertunjukan udara. Bandara komersial pertama, Aerodrom Campo de Mars, dibuka di Paris, Prancis pada tahun 1910.

Perkembangan Penerbangan

Sejak awal abad ke-20, penerbangan berkembang pesat. Pesawat menjadi lebih kuat, lebih andal, dan lebih aman. Rute penerbangan komersial didirikan, menghubungkan kota-kota di seluruh dunia. Perang Dunia I dan II mendorong inovasi penerbangan, menghasilkan pesawat tempur yang lebih canggih dan bomber yang lebih kuat.

Era Modern Penerbangan

Pada pertengahan abad ke-20, penerbangan memasuki era baru dengan pengembangan mesin jet. Pesawat jet jauh lebih cepat dan lebih tinggi daripada pesawat bertenaga piston, memungkinkan penerbangan transatlantik dan antarbenua. Perkembangan teknologi selanjutnya seperti komputer dan navigasi satelit semakin meningkatkan keamanan dan efisiensi penerbangan.

Masa Depan Penerbangan

Masa depan penerbangan penuh dengan kemungkinan. Teknologi baru seperti kecerdasan buatan dan propulsi hipersonik menjanjikan perjalanan yang lebih cepat, lebih aman, dan lebih berkelanjutan. Kita dapat membayangkan pesawat yang lepas landas dan mendarat secara vertikal, taksi terbang yang mengantarkan kita ke tempat kerja, dan bahkan perjalanan luar angkasa komersial.


Sejarah penerbangan adalah kisah yang luar biasa tentang kegigihan manusia, inovasi, dan mimpi. Dari balon udara awal hingga pesawat supersonik modern, manusia telah terus mendorong batas-batas apa yang mungkin terjadi di langit. Masa depan penerbangan penuh dengan kemungkinan, dan kita akan terus melihat pencapaian luar biasa di tahun-tahun mendatang.

p4pjo
Category: articles
A
danya peningkatan jumlah penerbangan yang ada di Indonesia membawa dampak positif terutama bagi para konsumen pengguna jasa penerbangan atau transportasi udara yaitu para penumpang akan memiliki banyak pilihan maskapai sehingga harga tiket pesawat udara akan menjadi lebih murah.

Adanya persaingan harga tiket murah antar perusahaan maskapai penerbangan sering berbanding terbalik dengan pelayanan yang diberikan. Agar mampu bersaing dan memberikan harga tiket yang murah, maka maskapai penerbangan akan melakukan efisiensi biaya dengan menurunkan kualitas pelayanannya. Yang sangat mengkhawatirkan adalah jika maskapai penerbangan tersebut mengurangi tingkat keselamatan penerbangan yaitu dengan adanya penurunan kualitas dan frekuensi pemeliharaan terhadap armada pesawat udaranya, yang nantinya akan sangat berdampak terhadap keselamatan dan kenyamanan penerbangan.

Disebutkan di dalam Undang –Undang No.1 tahun 2009 bahwa perusahaan maskapai penerbangan wajib mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu. Sebagai imbalan atas jasanya maka perusahaan maskapai penerbangan akan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaraan maskapai penerbanganan penumpang. Apabila ada perusahaan maskapai penerbangan yang tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar maka dapat dikatakan telah melakukan “wanprestasi”. Beberapa contoh wanprestasi yang dilakukan oleh Perusahaan maskapai Penerbangan adalah tidak memberikan jaminan keselamatan kepada penumpang apabila terjadi kecelakaan pesawat udara yang menyebabkan para penumpang meninggal dunia atau cacat, keterlambatan penerbangan atau delay, penundaan penerbangan atau cancel flight, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik penumpang, pelayanan yang kurang memuaskan, dan lain –lain.

Terjadinya suatu wanprestasi yang dilakukan oleh karena maskapai penerbangan tidak memenuhi kewajibannya kepada para penumpang tentu saja akan melahirkan permasalahan hukum, khususnya yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab (Subekti, 1995).

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka terdapat beberapa masalah yang dapat diangkat. Diantaranya (1) Bagaimana perbandingan perlindungan hukum terhadap penumpang pada transportasi udara niaga di Indonesia dan Uni Eropa ? dan (2) Upaya apakah yang ditempuh oleh penumpang yang dirugikan oleh perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia dan Uni Eropa?

Perlindungan Hukum Penumpang Transportasi Udara Niaga di Indonesia

Perusahaan maskapai penerbangan dalam memenuhi kewajibannya kepada penumpang pesawat udara, khususnya di Indonesia, terkadang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain banyaknya kecelakaan pesawat yang berakibat kematian dan cacat, ternyata dalam praktik penyelenggaraan transportasi udara niaga banyak pelanggaran hak-hak penumpang oleh maskapai penerbangan, sehubungan dengan itu perlu adanya penegakan hukum.

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan didasari oleh suatu keadaan dimana dunia penerbangan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga undang undang yang telah ada dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 juga didasari oleh suatu keharusan untuk mentaati hukum internasional di bidang penerbangan. Indonesia merupakan salah satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization, disingkat ICAO) sebagaimana tercantum dalam konvensi Chicago 1944 beserta Annexes dan dokumen-dokumen teknis operasional serta konvensi-konvensi internasional terkait lainnya.

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 dikeluarkan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, khususnya mengenai keamanan dan keselamatan penerbangan.

(3) Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai penerbanganan Udara Terhadap Penumpang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, maskapai penerbangan di Indonesia memiliki beberapa tanggung jawab terhadap penumpang, ketentuan ini diatur dalam Pasal 140 dan Pasal 141.

Tanggung jawab yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan mengenai tanggung jawab yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 di atas hanya menentukan bentuk-bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan sedangkan persyaratan untuk dapat dipertanggungjawabkan, cara penerapannya dan besaran ganti ruginya tidak diatur. Bentuk tanggung jawab perusahaan maskapai penerbanganan udara terdiri dari tanggung jawab terhadap kematian atau luka-luka penumpang.

Mengingat di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 ketentuan tentang tanggung jawab maskapai penerbangan hanya bersifat pokok atau umum maka diperlukan aturan-aturan yang lebih jelas dan terinci, dengan demikian diperlukan pengaturan yang bersifat operasional atau secara lebih teknis. Sehubungan dengan itu maka di keluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga bentuk tanggung jawab perusahaan angkutan udara niaga, yaitu: Tanggung jawab terhadap penumpang; Tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap barang dan Tanggung jawab terhadap keterlambatan.

Dalam Ordonansi Maskapai penerbanganan Udara 1939 ketentuan tentang tanggung jawab maskapai penerbangan termuat di dalam bab III, bab ini merupakan inti atau pokok-pokok dari peraturan ini. Menurut ketentuan Pasal 24 Ordonansi Maskapai penerbanganan Udara 1939 di atas ada dua bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan udara, yaitu tanggung jawab terhadap kematian dan tanggung jawab terhadap luka-luka yang dialami penumpang. Menurut Konvensi Warsawa 1929, para pihak yang dapat melakukan penuntutan adalah ahli waris yang sah dari korban yang meninggal dunia. Dengan demikian, ketentuan menurut ordonansi lebih sempit jika dibandingkan dengan Konvensi Warsawa.



Persyaratan Berlakunya Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai penerbanganan Udara Sebagai Maskapai Penerbanganan

(1) Adanya Kecelakaan Pesawat Terbang.

Menurut Annex 13 Konvensi Chicago 1944 dikenal dua pengertian kecelakaan pesawat udara, yaitu kecelakaan (accident) dan kejadian (incident). Kecelakaan (accident) adalah suatu peristiwa yang terjadi di luar dugaan manusia yang berhubung dengan pengoperasian pesawat udara yang berlangsung sejak penumpang naik pesawat udara (boarding) dengan maksud melakukan penerbangan ke tempat tujuan sampai semua penumpang turun (de-embarkasi) dari pesawat di bandar udara. Pengertian kejadian atau insiden pesawat terbang adalah peristiwa selain kecelakaan yang terjadi selama penerbangan berlangsung yang berhubungan dengan pengoperasional yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan (Annex13 Konvensi Chicago 1944).

(2) Tanggung Jawab Perusahaan Maskapai Penerbanganan terhadap Keterlambatan Penerbangan

Secara harfiah keterlambatan berarti tidak tepat atau tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, atau dapat juga diartikan kemunduran jadwal. Dikaitkan dengan kegiatan penerbangan, maka dapat dikemukakan bahwa keterlambatan penerbangan (delay) adalah suatu keadaan dimana penerbangan tidak sesuai dengan waktu keberangkatan pesawat dari Bandar udara menuju Bandar udara tujuan. Dalam sejarah penerbangan di negeri ini tidak banyak perkara di pengadilan yang berkaitan dengan keterlambatan penerbangan.

Upaya Hukum Ditempuh oleh Penumpang yang Mengalami Kerugian di Indonesia.

(1) Ganti rugi dalam hal terjadi kecelakaan pesawat

Mengenai besarnya ganti rugi sehubungan dengan luka-luka atau meninggalnya penumpang di atur dalam pasal 30 OPU 1939 yang menyatakan: (1) Pada maskapai penerbanganan penumpang tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap tiap-tiap penumpang atau terhadap keluarganya seluruhnya yang disebut dalam pasal 24 ayat (2), dibatasi sampai jumlah 12.500 gulden. Bila ganti rugi ditetapkan sebagai bunga, maka jumlah uang pokok yang dibungakan itu tak boleh melebihi jumlah tersebut di atas. Akan tetapi penumpang dapat mengadakan perjanjian khusus dengan maskapai penerbangan untuk meninggikan batas tanggung-jawab itu. Dalam perkembangan kegiatan transportasi udara niaga ketentuan Pasal 30Ordonansi Maskapai Penerbanganan Udara 1939 tersebut telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011.

(2) Ganti Rugi Terhadap Keterlambatan Penerbangan

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 selain mengatur tanggung jawab perusahaan maskapai penerbanganan udara terhadap penumpang berkenaan dengan kematian atau luka-luka penumpang dan tanggung jawab terhadap barang, yang mana undang-undang menentukan besaran nilai ganti ruginya, di dalam peraturan ini juga diatur tanggung jawab perusahaan maskapai penerbanganan udara terhadap keterlambatan penerbangan.

Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 tahun 2015 pada pasal 2 dijelaskan bahwa keterlambatan penerbangan pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal terdiri dari: keterlambatan penerbangan (flight delayed); tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger); dan pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

Pada pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 tahun 2015 keterlambatan penerbangan dikelompokkan menjadi 6 kategori keterlambatan.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan suatu penerbangan. Adapun penyebab keterlambatan menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 tahun 2015 yaitu: faktor manajemen airline, faktor teknis operasional, faktor cuaca, dan faktor lain-lain.

(3) Perlindungan Asuransi bagi Penumpang

Secara yuridis asuransi penerbangan pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

(4) Penyelesaian Sengketa Konsumen

Penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 45.

(5) Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan

Ketentuan mengenai penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, diatur pada Pasal 47. Dalam memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan melalui beberapa model penyelesaian sengketa, diantranya melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau melalui Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui.

(6) Penyelesaian Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia.

(7) Perlindungan Hukum Penumpang Transportasi Udara Niaga di Negara –negara Uni Eropa.

Perlindungan hukum terhadap para penumpang transportasi undara niaga di negara Uni Eropa diatur di dalam EC Regulation 261/2004. Peraturan Komisi Eropa 261/2004 berlaku untuk penumpang yang memiliki tiket yang masih berlaku dan konfirmasi pemesanan, penumpang yang memulai perjalanan mereka di bandara Uni Eropa, atau mendarat di bandara Uni Eropa, asalkan maskapai tersebut berkantor pusat di Uni Eropa.

Peraturan Uni Eropa diberlakukan untuk melindungi penumpang dari ketidaknyamanan yang disebabkan oleh waktu tunggu yang lama atau pembatalan penerbangan, yang dapat dicegah oleh maskapai penerbangan. Ini adalah putusan yang dinyatakan secara lengkap: “Regulation (EC) No 261/2004 of the European Parliament and of the Council of 11 February 2004 menetapkan aturan umum tentang kompensasi dan bantuan untuk penumpang dalam hal penolakan boarding dan pembatalan atau penundaan penerbangan yang lama. penundaan penerbangan.”

Peraturan UE 261/2004 berkaitan dengan hak penumpang yang mengalami penundaan atau pembatalan penerbangan, over booking atau ditolak boarding.

Penumpang di Uni Eropa berhak atas kompensasi dalam kasus-kasus seperti penundaan, pembatalan, overbooking, dan ketinggalan penerbangan lanjutan. Jumlah kompensasi tergantung pada jarak penerbangan –bukan pada jumlah yang penumpang bayarkan untuk tiket.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa penumpang benar-benar memiliki klaim kompensasi yang valid. Solusi logisnya adalah membuat klaim kompensasi penumpang dengan flight right. Penumpang hanya perlu memasukkan detail penerbangan ke dalam kalkulator kompensasi gratis, konfirmasikan bahwa penumpang memiliki klaim yang valid terhadap maskapai, dan airline akan mengurus sisanya.

Mulai 1 Januari 2021, aturan Uni Eropa tentang hak penumpang udara tidak berlaku untuk kasus penolakan boarding, pembatalan, atau penundaan penerbangan dari Inggris ke UE jika penerbangan dioperasikan oleh maskapai Inggris atau maskapai non-UE lainnya, bahkan jika penumpang memesan penerbangan sebelum tanggal ini. Namun, aturan UE terus berlaku mulai 1 Januari 2021 jika penerbangan Anda dari Inggris ke UE dioperasikan oleh maskapai UE, kecuali penumpang telah menerima kompensasi atau tunjangan berdasarkan undang-undang Inggris.

Uni Eropa berarti 27 negara Uni Eropa, termasuk Guadeloupe, Guyana Prancis, Martinik, Pulau RĂ©union, Mayotte, Saint-Martin (Antillen Prancis), Azores, Madeira, dan Kepulauan Canary (tetapi bukan Kepulauan Faeroe). Aturan Uni Eropa juga berlaku untuk penerbangan ke dan dari Islandia.

Peraturan Uni Eropa saat ini mencakup semua moda transportasi dan terdiri dari undang-undang khusus moda untuk perjalanan melalui udara, kereta api, lintas air, bus, dan pelatih. Sepuluh hak inti, yang ditemukan dalam Komunikasi Komisi tentang visi Eropa untuk penumpang yang diadopsi pada tahun 2011, didasarkan pada tiga prinsip: non-diskriminasi; informasi yang akurat, tepat waktu dan dapat diakses; bantuan segera dan proporsional.

Pada tahun 2018, Pengadilan Auditor Eropa telah merekomendasikan harmonisasi dan penyederhanaan lebih lanjut kerangka kerja Uni Eropa tentang hak-hak penumpang. Dalam Strategi Mobilitas Berkelanjutan dan Cerdasnya, Komisi juga telah berkomitmen untuk meninjau peraturan yang ada untuk memastikan ketahanannya terhadap gangguan perjalanan yang luas dan menyertakan opsi untuk tiket multimoda. Selain itu, hak penumpang penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas juga merupakan tindakan yang tercantum dalam Strategi Disabilitas UE 2021-2030.

Jika penumpang tidak puas dengan tanggapan maskapai, maka dapat meneruskan klaim kompensasi ke National Enforcement Body, yang akan mencari penyelesaian dengan maskapai atas nama penumpang.

Dalam hukum positif Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga berjadwal, peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Ordonansi Penerbangan 1939 atau OPU 1939;Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 tahun 2015. Demikian juga dengan Negara Uni Eropa, juga terdapat peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga berjadwal, peraturan tersebut adalah EC Regulation 261/2004.

Terhadap penumpang transportasi udara di Indonesia yang merasa atau mengalami kerugian dapat mengajukan gugatan atau klaim kepada perusahaan penerbangan, penyelesaian gugatan atau sengketa dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu jalur pengadilan dan jalur di luar pengadilan. Kedua model penyelesaian sengketa tersebut diakui di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen bebas untuk memilih model penyelesaian sengketanya. Di Uni Eropa penumpang transportasi udara yang mengalami kerugian dapat mengajukan gugatan atau klaim kepada perusahaan penerbangan, penyelesaian gugatan atau sengketa dapat ditempuh melalui National Enforcement Body.

Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa transportasi di Indonesia dengan Uni Eropa hampir sama, yang berbeda hanya jumlah uang atau jenis barang kompensasi yang harus diberikan kepada penumpang yang dirugikan oleh maskapai penerbangan.

Dalam rangka untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa transportasi maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang kegiatan penerbangan, sebab produk-produk hukum yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Selain faktor usia peraturan hal mendesak untuk dilakukan perbaikan adalah aturan mengenai jumlah nilai ganti rugi, sebab nilai ganti rugi yang ditentukan di dalam undang-undang di Indonesia sangat kecil, kemudian undang-undang tidak secara tegas memberikan sanksi hukum bagi maskapai penerbangan yang melakukan penundaan penerbangan. Untuk itu diperlukan aturan sanksi bagi maskapai penerbangan yang menunda penerbangan tanpa alasan yang jelas yang dibenarkan oleh undang-undang.

Di Indonesia prosedur untuk mengajukan kompensasi terhadap klaim penumpang masih kurang jelas dan tidak ada badan yang membantu konsumen apabila pihak maskapai mangkir dalam membayar uang kompensasi terhadap klaim penumpang. Di Indonesia perlu ada suatu badan/lembaga yang fungsinya mirip seperti National Enforcement Body yang mampu memberikan jaminan law enforcement kepada maskapai yang mangkir terhadap kewajibannya kepada klaim penumpang yang merasa dirugikan.


Penulis: I Gde Oka Suparyana (Inspektur Navigasi Penerbangan)
Gambar oleh appinventiv dan shutterstock/peopleimages-yuri a

Category: articles
Untuk penerbitan kirimkan artikel, jurnal, opini maupun karya tulis sobat aviasi ke xpapjo@gmail.com
wa