Dalam dunia penerbangan yang semakin kompleks dan terhubung secara global, isu mengenai penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportee) menjadi perhatian utama. Kedua kategori penumpang ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap keamanan penerbangan, serta citra suatu negara.
Penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportees) merupakan aspek penting yang harus dikelola dengan baik sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan peraturan nasional.
Siapa Itu Penumpang yang Tidak Diizinkan Masuk?
Penumpang yang tidak diizinkan masuk adalah individu yang oleh suatu negara dianggap tidak memenuhi syarat untuk memasuki wilayahnya. Alasan penolakan dapat beragam, mulai dari masalah dokumen perjalanan yang tidak sah, riwayat kriminal, alasan kesehatan hingga ancaman terhadap keamanan nasional.
Siapa Itu Penumpang yang Dideportasi?
Penumpang yang dideportasi adalah individu yang telah masuk ke suatu negara namun kemudian dipaksa untuk meninggalkan negara tersebut karena melanggar peraturan imigrasi atau hukum lainnya. Alasan deportasi dapat meliputi tinggal melebihi masa izin tinggal, bekerja tanpa izin, atau terlibat dalam aktivitas kriminal.
Tata Cara Penanganan Sesuai Peraturan ICAO
ICAO, sebagai badan PBB yang bertanggung jawab atas pengembangan standar internasional untuk penerbangan sipil, telah menetapkan sejumlah konvensi dan annex yang mengatur penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi. Beberapa prinsip utama yang tercantum dalam peraturan ICAO adalah:
- Keamanan Penerbangan: Prosedur penanganan harus dirancang untuk memastikan keamanan penerbangan dan mencegah individu yang berpotensi berbahaya memasuki atau tetap berada di wilayah suatu negara.
- Hak Asasi Manusia: Penumpang yang tidak diizinkan masuk atau dideportasi harus diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan hukum nasional dan internasional yang berlaku.
- Kerjasama Internasional: Negara-negara anggota ICAO perlu bekerja sama untuk berbagi informasi tentang penumpang yang berpotensi menimbulkan masalah, serta untuk memfasilitasi proses deportasi.
Prosedur Umum Penanganan
- Pemeriksaan Dokumen: Petugas imigrasi akan memeriksa dokumen perjalanan penumpang untuk memastikan keaslian dan keabsahannya.
- Wawancara: Petugas imigrasi dapat melakukan wawancara dengan penumpang untuk mengkonfirmasi identitas dan alasan perjalanan.
- Pemeriksaan Latar Belakang: Dalam beberapa kasus, petugas imigrasi dapat melakukan pemeriksaan latar belakang penumpang terhadap database yang relevan, seperti daftar orang yang dilarang masuk atau database kriminal.
- Penahanan: Jika ditemukan alasan yang kuat untuk menolak masuk atau mendeportasi seorang penumpang, maka penumpang tersebut dapat ditahan sementara waktu.
- Pemulangan: Penumpang yang ditolak masuk atau dideportasi akan dipulangkan ke negara asal atau negara transit terakhir.
Penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi menghadapi sejumlah tantangan, termasuk:
- Terorisme: Ancaman terorisme telah meningkatkan pengawasan terhadap penumpang asing.
- Kejahatan Transnasional: Aktivitas kejahatan lintas negara, seperti perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba, juga menjadi perhatian utama.
- Perlindungan Pengungsi: Perlunya menyeimbangkan antara keamanan nasional dan perlindungan terhadap pengungsi yang mencari suaka.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, ICAO terus mengembangkan standar dan pedoman yang lebih komprehensif. Selain itu, kerja sama antara negara-negara anggota ICAO juga semakin ditingkatkan melalui pertukaran informasi dan pelatihan petugas imigrasi.
Penumpang yang tidak diizinkan masuk dan dideportasi merupakan isu kompleks yang memerlukan penanganan yang cermat dan hati-hati. Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh ICAO, serta terus beradaptasi dengan perkembangan situasi global, maka keamanan penerbangan dapat ditingkatkan dan hak asasi manusia tetap terjaga.
Bagaimana pengaturan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan Penumpang yang Dideportasi (deportee) di Indonesia
Beberapa ketentuan yang mengatur penanganan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) dan penumpang yang dideportasi (deportee) di Indonesia antara lain:
- Penyelenggara Angkutan Udara harus berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian terkait penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) untuk ditangani sesuai dengan ketentuan.
- Penyelenggara Angkutan Udara bertanggung jawab terhadap biaya penahanan dan kebutuhan penumpang yang Dokumen Perjalanannya bermasalah
- Penyelenggara Angkutan Udara berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian dalam menentukan rentang waktu pemulangan penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons)
- Jika penumpang yang tidak diizinkan masuk (inadmissible persons) merupakan anak di bawah umur yang tidak didampingi (unaccompanied minor), Keimigrasian mengambil langkah-langkah yang sesuai bagi penumpang dimaksud
- Penanganan penumpang yang dideportasi (deportee) dari wilayah Indonesia, instansi Keimigrasian harus memberikan kepada orang tersebut Surat Perintah Deportasi dan memberitahukan nama negara tujuan deportasi
- Semua kewajiban, tanggung jawab, dan biaya terkait dengan proses Deportasi dari wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
- Penyelenggara Angkutan Udara dapat berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian terkait pertukaran informasi penanggung jawab yang menangani penumpang yang dideportasi
- Penyelenggara Angkutan Udara dapat berkoordinasi dengan instansi Keimigrasian jika Penumpang yang Dideportasi anak di bawah umur yang perlu pendampingan (unaccompanied minor)
- Jika dalam proses pemulangan ke negara tujuan diperlukan Dokumen Perjalanan pengganti, instansi Keimigrasian wajib memfasilitasi pengadaan Dokumen Perjalanan pengganti
- Pengajuan permohonan pengadaan Dokumen Perjalanan pengganti dilakukan sesuai dengan ketentuan
- Instansi Keimigrasian tidak boleh menolak untuk mengeluarkan Dokumen Perjalanan pengganti atau mencegah kembalinya seorang Warga Negara Indonesia dengan membiarkan orang tersebut tanpa kewarganegaraan.
Referensi:
Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 10 Tahun 2024