Keterlambatan atau delay dalam suatu penerbangan bukan merupakan hal yang aneh karena sering terjadi pada beberapa maskapai penerbangan. Keterlambatan dapat berlangsung hingga berjam-jam, bukan hanya semenit atau dua menit.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perhubungan, memberlakukan aturan kompensasi untuk memastikan maskapai penerbangan displin menjaga waktu. Segala ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 89 Tahun 2015.
Peraturan tersebut membahas berapa banyak kompensasi yang harus diberikan maskapai kepada para calon penumpang, baik makanan, minuman maupun uang tunai.
Ada 6 kategori keterlambatan, diantaranya:
- Penumpang berhak mendapatkan minuman ringan sebagai kompensasi jika penerbangan tertunda atau terlambat selama 30 hingga 60 menit.
- Penumpang yang mengalami keterlambatan selama antara 61 dan 120 menit berhak atas kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box).
- Penumpang yang mengalami keterlambatan selama antara 121 dan 180 menit berhak atas kompensasi minuman dan makanan berat (heavy meal)
- Penumpang yang mengalami keterlambatan selama antara 181 dan 240 menit berhak atas kompensasi minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal)
- Penumpang yang mengalami keterlambatan lebih dari 240 menit berhak atas kompensasi ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah)
- Penumpang yang mengalami pembatalan penerbangan, maka maskapai wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket)
Keterlambatan pada kategori 2 sampai dengan. 5, penumpang dapat dialihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket)
PENTING !
Kompensasi yang dijelaskan diatas berlaku apabila keterlambatan disebabkan oleh faktor manajemen airlines, antara lain:
- keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;
- keterlambatan jasa boga (catering);
- keterlambatan penanganan di darat;
- menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight); dan
- ketidaksiapan pesawat udara.
Maskapai atau airline tidak ada kewajiban memberikan kompensasi apabila keterlambatan disebabkan:
1. Faktor teknis operasional yang disebabkan oleh kondisi bandar udara pada saat keberangkatan atau kedatangan, meliputi:
- bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara;
- lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
- terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau
- keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).
2. Faktor cuaca meliputi: hujan lebat, banjir, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan.
3. Faktor lain-lain seperti kerusuhan dan/atau demonstrasi di wilayah bandar udara
Maskapai atau airline dibebaskan dari tanggung jawab mengganti kerugian dengan catatan maskapi atau airline wajib menginformasikan dengan bukti surat keterangan resmi dari instansi terkait.
Download PM 89 Tahun 2015 Klik Sini
Gambar oleh flaticon